Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said membeberkan kronologi pencatutan nama presiden dan wakil presiden dalam perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia (PTFI).
Sebelumnya, Sudirman mengungkapkan ada oknum anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI yang mencatut nama Presiden Joko “Jokowi” Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla untuk memuluskan renegosiasi kontrak PT Freeport Indonesia (PT FI) di Papua.
"Seolah-olah Presiden minta saham. Wapres juga dijual namanya. Saya sudah laporkan kepada keduanya. Beliau-beliau marah karena tak mungkin mereka melakukan itu," kata Sudirman,
seperti dikutip media.
"Keduanya (Presiden dan Wapres) sangat marah. Pak Jokowi mengatakan, ‘Ora sudi'. Ora sudi kan ungkapan Jawa yang sangat dalam," kata Sudirman.
Berikut kronologinya berdasarkan penuturan Sudirman dalam pertemuan dengan Majelis Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI di Gedung Parlemen, Senayan, Senin, 16 November.
23 November 2015: MKD mulai rapat internal proses dugaan pelanggaran kode etik Setya
Rapat kasus dugaan pelanggaran kode etik Setya dijadwalkan akan digelar internal oleh Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) hari ini.
Namun, belakangan muncul sebuah
petisi di Change.org yang meminta agar sidang MKD DPR dibuka untuk umum.
“Sidang terbuka adalah jalan yang baik bagi pengembalian nama baik institusi legislatif Indonesia,” tulis inisiator petisi, Kurnia Ramadhana, seorang relawan yang mengatasnamakan kelompok
Gerakan Turun Tangan Medan.
Apa hasilnya?
Alih-alih memutuskan nasib Setya Novanto hari ini, anggota dan pimpinan MKD justru mempermasalahkan keabsahan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said sebagai pelapor kasus ini.
Ketua Mahkamah Surahman Hidayat menuturkan, keabsahan pelapor itu tercantum dalam pasal 5 bab IV Peraturan Tata Beracara Mahkamah.
"Apa eksekutif boleh melaporkan legislatif, apalagi Ketua DPR," kata dia di usai rapat.
MKD selanjutnya akan mengadakan rapat lagi besok dan memanggil ahli hukum untuk mendalami peraturan tersebut.
MKD juga mempermasalah keabsahan barang bukti. Wakil Ketua Mahkamah Hardisoesilo menyebut laporan dan barang bukti berbeda. Durasi rekaman tertulis 120 menit di laporan tapi durasi barang bukti hanya 11 menit 38 detik.
"Rekaman ini seperti terpotong dan tidak bisa dijadikan barang bukti," katanya.
19 November 2015: Luhut bantah catut nama Jokowi
"Saya enggak ada waktu untuk gitu-gituan," kata Luhut dalam konferensi pers di kantornya.
Luhut juga membantah ada pertemuan antara dia dengan pihak Freeport. "Tidak pernah," ujarnya.
Selain Luhut, nama Deputi I Kepala Staf Kepresidenan Darmawan Prasodjo juga disebut. Saat itu ia adalah anak buah Luhut, saat ia menjabat sebagai Kepala Staf Kepresidenan.
17 November 2015: Menkopulhukam Luhut disebut terkait
Selain Setya, nama Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Panjaitan disebut mengetahui saham yang akan diberikan untuk Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Dalam transkrip rekaman tersebut, pengusaha bernama Reza yang hadir bersama Setya Novanto menyebutkan keterlibatan Luhut dalam besaran saham untuk Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA).
Rencananya, mereka mencari referensi yang dapat bekerjasama dengan PT. Freeport Indonesia. Dalam skenario ini Freeport hanya akan memiliki saham sebesar 51 persen.
"Nomininya Pak ... Dari Pak Luhut. Saham itu juga memang kemauannya Pak Luhut, gitu. Cari reefrensi Freeport dari pengusaha seperti yang dulu dilakukan oleh kita kepada pengusaha,"
bunyi transkrip tersebut.
17 November 2015: Setya Novanto diminta mundur sementara
Direktur Advokasi Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) Ronald Rofiandri mendesak Setya Novanto mengundurkan diri sementara sebagai Ketua DPR RI untuk mempermudah proses pemeriksaan oleh MKD.
"Kami mendesak terlapor, Setya Novanto, untuk secara sementara mengundurkan diri dari jabatan Ketua DPR sampai ada putusan tetap dari MKD," kata Ronald, Selasa.
Sementara itu, usai bertemu Setya di kantornya kemarin, Kalla menyatakan akan menunggu proses lebih lanjut di DPR.
"Kan sudah di mana-mana disebut, ya kita menunggu proses di DPR dulu. Itukan tahap pertama," kata Kalla.
16 November 2015: Menteri ESDM Sudirman Said laporkan SN ke MKD
Sudirman melaporkan anggota DPR berinisial SN tersebut — yang diduga sebagai Ketua DPR Setya Novanto — ke MKD hari ini. Namun Sudirman menolak menyebut nama Setya Novanto secara terang-terangan.
"Saya dalam pertemuan dengan Majelis Kehormatan DPR telah menjelaskan nama, waktu, dan tempat kejadian dan pokok pembicaraan yang dilakukan oleh oknum salah satu anggota DPR dengan pimpinan PT Freeport Indonesia agar ditindaklanjuti," kata Sudirman.
Sore harinya, Jusuf Kalla dijadwalkan menerima Ketua DPR RI Setya Novanto di Kantor Wakil Presiden, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat.
Berdasarkan informasi dari situs resmi Sekretariat Wakil Presiden pada Senin, Setya Novanto menemui Kalla pada pukul 15:00 WIB.
Namun Setya membantah tudingan tersebut. "Saya selaku pimpinan DPR tidak pernah membawa nama Presiden dan mencatut nama Presiden,"
katanya kepada media.
8 Juni 2015: SN diduga bertemu dengan pimpinan Freeport
Anggota DPR berinisial SN, bersama dengan seorang pengusaha, telah beberapa kali memanggil serta bertemu dengan pimpinan PT Freeport Indonesia. Hari Senin, 8 Juni, adalah pertemuan ketiga.
Tepatnya pada pukul 14:00-16:00 WIB di sebuah hotel di kawasan SCBD, Jakarta Pusat, anggota DPR itu menjanjikan cara penyelesaian tentang kelanjutan kontrak PT FI dan meminta PT FI memberikan saham pada Jokowi dan Kalla.
Anggota DPR ini menjanjikan sebuah cara penyelesaian kepada pihak yang sedang bernegosiasi dengan RI, sembari meminta saham perusahaan dan saham proyek pembangkit listrik.